Minggu, 28 November 2010

Bencana Alam

Tampaknya Indonesia dalam kurun 3 tahun belakangan ini sering di landa oleh bencana alam ganas yang mengakibatkan hilangnya ribuan nyawa. Sebelumnya tsunami di DI Aceh, sekarang gempa bumi kekuatan 5,9 skala richter di DI Yogyakarta. Anehnya bencana alam ini bisa terjadi di 2 lokasi yang berstatus DI (Daerah Istimewa). Perkiraan korban yang meninggal di Jawa Tengah (Kecamatan Prambanan, Klaten, dan Kecamatan Jetis, Bantul serta Yogya) di atas 5.000 orang dan jumlahnya akan terus bertambah karena dilihat dari tingkat kerusakan yang cukup parah yang disebabkan gempa bumi yang pusatnya di laut selatan, padahal saat ini gunung Merapi dalam status siaga, karena telah mengeluarkan lava dan diperkirakan akan meletus dengan dahsyat, tapi sejauh ini tidak terjadi. Pada saat ini daerah yang terkena gempa dalam tahap pemulihan dan pemerintah juga telah menjanjikan bantuan uang langsung bagi korban yang meninggal dan rumahnya rusak atau hancur akibat gempa tersebut. Banyak pihak lokal dan asing juga turut membantu baik dalam sumbangan berupa uang, makanan, alat-alat kedokteran maupun tenaga medis.

Jumat, 26 November 2010

kasus gayus

Gayus Halomoan P. Tambunan (lahir di Jakarta, 9 Mei 1979; umur 31 tahun) adalah seorang Pegawai negeri sipil golongan III/a di Direktorat Jenderal Pajak.
Gayus besar dan lahir di Warakas, Jakarta Utara. Dia anak kedua dari 5 bersaudara , putra dari Amir Syarifuddin Tambunan
Dan gayus juga lulusan dari Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN).
Dia terlibat kasus penggelapan uang (korupsi).
"Presiden sudah memberi batas waktu 10 hari kepada Kapolri Timur Pradopo untuk menuntaskannya. Bagi IPW, ada 10 parameter untuk menuntaskan kasus gurita Gayus," kata Neta. Pertama, harus ada kemauan yang sungguh-sungguh dari Presiden dalam menuntaskan kasus gurita Gayus ini, yang melibatkan para penegak hukum, aparat birokrasi pajak, dan perusahaan besar yang merugikan negara triliunan rupiah.
polisi harus profesional dalam menangani kolusi mafia hukum dan mafia pajak dengan Gayus sebagai tokoh sentralnya sehingga rasa keadilan publik tidak dipecundangi. Ketiga, hasil kerja tim independen yang dibentuk Kapolri pada masa Bambang Hendarso Danuri dalam menangani kasus Gayus harus dievaluasi. Sebab, sangat diskriminatif dan tidak menuntaskan keterlibatan oknum petinggi polisi dan oknum di luar Polri.
proses hukum terhadap kelompok perusahaan yang sudah diperiksa oleh Polri, yakni PT Exelcomindo, Bumi Resources, PT Dowell Anadrill Schlumberger, dan PT Indocement. Kesembilan, harus ada target waktu penyelesaiannya, 120 hari sesuai dengan Perkap 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Polri.Ketentuan internal Polri mengatur prosedur dan standar waktu dalam penanganan perkara pidana dengan tingkat kesulitan, yakni penyidikan mudah maksimal 30 hari, penyidikan sedang 60 hari, penyidikan sulit 90 hari, dan penyidikan sangat sulit maksimal 120 hari.Kesepuluh, jika Polri melewati tenggang waktu yang sudah ditentukan oleh internalnya tersebut, Presiden harus mendorong KPK mengambil alih kasus gurita Gayus yang melibatkan mafia hukum dan mafia pajak tersebut.
Terdakwa kasus pencucian uang itu jadi sorotan masyarakat karena leluasa keluar dari Rumah Tahanan Brimob, Depok. Keistimewaan ini diperoleh setelah ia menebar duit hingga ratusan juta rupiah buat kepala rumah tahanan dan para sipir. Sang kepala rutan bahkan mengakui bukan hanya Gayus yang diberi kemudahan. Ia juga pernah memberikan keleluasaan serupa bagi Wiliardi Wizar dan Susno Duadji, bekas Kepala Badan Reserse Kriminal Polri. Wiliardi adalah terpidana kasus pembunuhan pengusaha Nasrudin Zulkarnaen. Adapun Susno menjadi terdakwa kasus gratifikasi.Tak hanya melanggar hukum, praktek seperti itu jelas tidak adil bagi tahanan atau narapidana lain yang tidak sanggup membayar upeti. Dalam kondisi tertentu, tahanan maupun narapidana memang bisa keluar dari penjara. Tapi aturannya sungguh ketat. Buat tahanan yang sedang menjalani proses peradilan, ia harus mendapat izin dari jaksa dan hakim.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 1999 tentang Perawatan Tahanan sebenarnya diatur cukup jelas. Tahanan bisa dikeluarkan hanya untuk keperluan rekonstruksi, penyerahan berkas perkara, persidangan, perawatan kesehatan, atau hal-hal luar biasa atas seizin pejabat yang bertanggung jawab. Tapi ketentuan ini, terutama dua poin terakhir, kerap disalahgunakan. Tak jarang izin berobat ke luar diberikan sekalipun si tahanan tidak sakit.
Langkah itu harus diikuti dengan peningkatan kesejahteraan para sipir. Pada 2000, Presiden Abdurrahman Wahid pernah menaikkan tunjangan bagi pegawai negeri di lingkungan penjara. Tunjangan pegawai golongan I, misalnya, naik dari Rp 25 ribu menjadi Rp 100 ribu setiap bulan. Sejak saat itu, tunjangan mereka belum dinaikkan lagi.
Kasus Gayus Halomoan Tambunan semakin menunjukkan betapa petugas penjara kita terlalu bermurah hati kepada tahanan. Mereka sering main mata dengan para tahanan dan narapidana. Agar mendapatkan fulus, petugas pun tak takut menyalahgunakan wewenang serta melanggar hukum.
kasus gayus tersebut menarik perhatian masyarakat sehingga masyarakat enggan membayar pajak.dan masyarakat berharap tidak akan terjadi kasus serupa lagi.